Playday ke Funtech

Untuk bermain dan bersenang-senang, ternyata butuhkan usaha. Terbukti, ketika perjalanan dari Merjosari menuju FunTech Plaza harus siap menikmati kemacetan Malang di akhir pekan sekaligus siap menerjang hujan.

Pukul 12 siang, gerimis. Dari Merjosari, saya bergegas menuju FunTech. Setelah sampai di lokasi, saya parkir motor, menaiki tangga parkir, melewati area lobby, memasuki hall, melewati beberapa cafetaria, setelah menaiki eskalator menuju lantai 2, akhirnya saya berada tepat di depan pintu masuk FunTech.

Di pintu masuk, saya menghampiri Mas Nugroho yang bertugas sebagai PIC serta kawan-kawan lain yang menunggu dan sudah datang lebih awal.

Saya menyalami kawan dari 24Slides yang baru pertama kali bertemu serta tidak lupa berkenalan. Selain Mas Nugroho, ada Anwar Sya’roni, Syarif, Mas Ardi, dan sebagian kawan-kawan Probation. Tidak lama kemudian, Mbak Renny dan kawan lain menyusul dan rombongan kami akhirnya lengkap.

Sebelum masuk, Mas Nugroho membagikan tiket dan mengajak foto bersama sebagai dokumentasi untuk dikirimkan kepada kawan-kawan tim People Experience.

Ketika masuk, saya disambut dengan berbagai macam wahana mulai dari light step, balon splash, the boxer, the smash, dance in motion, dan berbagai macam permainan VR lain yang dapat dimainkan secara individu maupun kelompok.

Ketika saya dan kawan lain mencoba tiap wahana, saya coba mengamati dan menyadari satu hal: bahwa, teknologi harus mampu membuat diri kita bersenang-senang dengan cara bergerak, berkolaborasi, berpikir kreatif, berinovasi, dan melakukan interaksi untuk menyelesaikan permainan ataupun tantangan. Dan, hal itulah, yang menurut saya juga harus ditumbuhkan dalam sebuah etos kerja.

Terima Kasih untuk semua yang sudah bergabung di Funtech kemarin, ini adalah pengalaman pertama PlayDay ke FunTech. Sebuah pengalaman yang –sekali lagi– menyenangkan sekaligus me-nyemangat-kan.

Salam sehat, semangat, dan kreatif selalu.

4 November 2023

Sebelum Usia 30

Tahun depan saya memasuki usia 30 tahun dan baru akan memasuki dunia kerja, berkarir sebagai seorang desainer grafis. Tentu saja ini memang cita-cita yang pernah saya tulis, walaupun rasanya terlambat karena saya akan berkantor dengan anak-anak muda, fresh graduate, yang pastinya satu windu lebih muda dari saya.

Tapi sepertinya, saya akan menikmati pekerjaan ini karena saya punya passion dan punya sedikit bekal kemampuan dalam desain grafis yang bisa ditingkatkan tiap harinya.

Saya belum tahu dan tidak punya rencana pasti ke depannya, tapi saya berencana punya sebuah “personal branding” untuk diri saya. Karena dengan berkarir sebagai seorang desainer grafis, saya akan sangat menikmati tiap nafas demi nafas dalam hidup ini.

Gambar di bawah adalah karya pertama saya dalam mendesain presentasi, sebagai bagian dari screening untuk melamar pekerjaan sebagai seorang desainer grafis di 24slides. Mulai bulan depan, saya akan memasuki tahap training dan probation, setelah proses panjang mulai dari screening portofolio, tes psikologi, tes desain individu/tim, HR interview, dan User interview.

Ini adalah langkah awal saya meniti karir, sebagai seorang desainer presentasi, saya yakin 1-2 tahun ke depan akan banyak keajaiban-keajaiban yang akan terjadi kepada diri saya. Terima kasih untuk orang tua, keluarga, dan semua kawan-kawan yang memberi kabar adanya lowongan pekerjaan sekaligus mendoakan kelancaran dan kesuksesan. Tentunya, saya tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang sudah diberikan kepada saya ini.

Salam sehat, kreatif, dan semangat selalu.

Lagi

Bandara dan udara memisahkan
Tarakan dan Surabaya.
Resep di dapurmu dan bumbu rahasia
yang menanti di jantung Tana Tidung ini,
dipisahkan deras arus muara.

Apa kabar Tideng Pale hari ini?
Lihat tanda tanya itu,
jurang antara jadwal speedboat
dan keinginanku,
untuk dolan sekali lagi.

Cerita Horor

/1/

Enam puluh detik menjelang waktu iqomah tiba. Imam utama Masjid Jami’ Ismail Palang, belum datang. Aku duduk di samping rak kitab dan tepat berada di belakang muadzin.

Beberapa detik kemudian waktu iqomah tiba. Imam utama belum kunjung datang. Sang muadzin memandang ke arahku. Aku memandang sekeliling, semua jama’ah laki-laki memandang ke arahku.

Zam, imamono.” Kata muadzin.

Aku melihat sekeliling lagi, semua masih memandang ke arahku. Aku merunduk perlahan, perlahan sekali. Memandang sajadah.

Modyar!” Batinku.

/2/

Selepas menghadiri undangan yasin dan tahlil, saya bergegas pulang. Bapak, ibu, dan adek sedang berada di dapur. Setelah masuk dan mengucap salam, saya menyusul ke dapur.

Kok nggowo berkat dobel.” Adek bertanya.

Iyo, soale ngimami tahlil, berkate dobel.

Kesurupan ta pean?

Adek mengira, saya kesurupan arwah imam tahlil.

Sebuah Tafsir Arsitek Abal-abal

Ada banyak cara untuk membahasakan karya atau gagasan arsitektur, salah satunya, menulis dengan mengalir dan sederhana. Seperti tulisan Rifai Asyhari dalam buku Mengaduk Ruang; Tafsir Merakyat atas Bangunan. Melalui kost, rumah mikro, wastu citra hingga kedai kopi. Ia mampu menerjemah serta menyampaikan karya arsitektur, sekali lagi, dengan mengalir dan sederhana.

Dimulai dari sebuah kost, Rifai coba menarasikan kost termurah yang ia tinggali selama di Jogjakarta, kegetiran hidup sebagai anak kost dengan kondisi kamar serba terbatas dan apa adanya. Pada tulisan selanjutnya, ia merangkum kenangan masa kecil kepada rumah hingga ia berusia 11 tahun, sebelum ia akhirnya merantau menjadi pelajar dan kepulangan-kepulangan selanjutnya hanya berlangsung singkat.

Lalu hadirnya kesadaran kepadanya tentang makna kopi yang ia sebut: terletak pada kemauan untuk duduk dan mengobrol santai bersama teman. Kisah kenyamanan tinggal di tempat yang dingin di Tani Jiwo, hingga ia mampu menemukan: apa bagian yang hilang dari arsitektur modern? Dalam diskusi di Galeri Lorong bersama Andy Rahman dan Anas Hidayat.

Jawaban pertanyaan tersebut terdapat dalam tulisan “Peradaban yang Kebingungan” dan “Wastu Citra: Melampaui Urusan Teknis Arsitektur.” Bagaimana arsitektur hari ini yang kian dekat dengan material industri, namun semakin jauh, bahkan tidak mampu membaca tiap-tiap potensi.

Imajinasi Ruang Rumah Mikro karya Yu Sing, ditulis dengan humanis, penulis berhasil membahasakan karya arsitektur dengan dan tanpa berteori tentang ruang dan material, cukup dengan bercerita apa yang mampu ia rasa, amati, dan alami.

Sebagai seorang yang tidak berangkat dari latar belakang pendidikan arsitektur, Rifai mampu mengaitkan setiap konteks, serta tawarkan sudut pandang lain dalam membahasakan sebuah karya maupun gagasan arsitektur. Ia, menurut saya, bahkan berhasil menjadi manusia ruang, ialah manusia yang mampu menampung segala ketidakmungkinan.

Buku “Mengaduk Ruang – Tafsir Merakyat atas Bangunan” karya Rifai Asyhari